Indeks

Prof. Mia Amiati: Memaknai Hari Raya Kurban sebagai Wujud Ketaatan dan Kepedulian

RI News, Jakarta – Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul Adha atau Hari Raya Kurban. Selain sebagai bagian dari ibadah haji, momen ini identik dengan penyembelihan hewan kurban yang menjadi simbol ketaatan, keikhlasan, dan kepedulian sosial.

“Idul Adha bukan sekadar ritual penyembelihan hewan, tetapi sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperkuat solidaritas antarsesama,” ujar Prof. Dr. Mia Amiati, S.H., M.H., CMA., CSSL dalam refleksi religiusnya menjelang Hari Raya Idul Adha 1446 H.

Makna Kurban dalam Islam

Kata kurban berasal dari bahasa Arab qaraba, yang berarti “mendekat”. Dalam konteks Islam, kurban adalah ibadah menyembelih hewan tertentu pada hari Idul Adha dan hari tasyrik (11–13 Dzulhijjah), sebagai bentuk penghambaan dan pendekatan diri kepada Allah.

Kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS menjadi landasan spiritual kurban. Ketundukan Nabi Ibrahim atas perintah Allah dan keikhlasan Nabi Ismail untuk dikurbankan menunjukkan nilai-nilai luhur: ketaatan mutlak, pengorbanan sejati, dan iman yang tidak tergoyahkan.

“Allah tidak menginginkan darah dan dagingnya, tetapi ketakwaan kita. Kurban adalah ujian keikhlasan,” ujar Prof. Mia.

Hukum dan Keutamaan Kurban

Mayoritas ulama menyepakati bahwa ibadah kurban hukumnya sunnah muakkadah, sangat dianjurkan bagi umat Muslim yang mampu secara finansial. Sabda Nabi Muhammad ﷺ menjadi dasar kuat:

> “Barang siapa memiliki kelapangan rezeki tetapi tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan Al Hakim)

Namun, sebagian ulama lain berpendapat bahwa kurban wajib bagi yang mampu. Kendati terdapat perbedaan pandangan, semua sepakat bahwa kurban memiliki keutamaan besar—sebagai bentuk ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah dan sarana berbagi rezeki dengan kaum dhuafa.

Hikmah Kurban bagi Kehidupan

Prof. Mia menekankan bahwa ibadah kurban sarat akan hikmah, antara lain:

1. Meningkatkan ketakwaan dan keikhlasan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

2. Melatih kepedulian sosial, dengan mendistribusikan daging kurban kepada mereka yang membutuhkan.

3. Menyucikan diri dari sifat kikir dan egoisme, melalui pengorbanan sebagian harta yang dimiliki.

4. Menumbuhkan rasa syukur atas nikmat Allah, yang diwujudkan dalam bentuk sedekah dan berbagi.

5. Meningkatkan ukhuwah Islamiyah, karena tidak ada sekat antara yang memberi dan menerima saat kurban dibagikan.

6. Menjadi pengingat kehidupan akhirat, karena setiap helai bulu dari hewan kurban akan menjadi saksi amal ibadah kelak.

“Dalam konteks zaman yang kian materialistik dan individualis, kurban menjadi penyeimbang moral dan spiritual. Ini adalah momen untuk kembali kepada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur,” tegas Prof. Mia.

Mengapa Kita Harus Berkurban?

Setidaknya ada 14 alasan utama mengapa ibadah kurban begitu penting, antara lain sebagai bentuk rasa syukur, penebus dosa, latihan bersedekah, hingga sarana membangun empati sosial. Ibadah ini bukan hanya soal ritual, tapi juga spiritual, yang berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat.

“Bagi banyak orang, sepotong daging kurban adalah hal yang langka dan sangat berharga. Inilah saatnya kita berbagi kebahagiaan,” ujar Prof. Mia.

Penutup: Jadikan Kurban sebagai Investasi Akhirat

Ibadah kurban adalah momen reflektif yang menyatukan nilai spiritual, sosial, dan kemanusiaan. Di balik setiap hewan yang disembelih, tersimpan pelajaran tentang ketaatan, cinta, dan solidaritas.

“Marilah kita sambut Idul Adha dengan keikhlasan hati dan kesadaran penuh. Jadikan kurban sebagai wujud syukur, bukan sekadar rutinitas tahunan,” tutup Prof. Mia.

Exit mobile version